Komisi VII Prihatin Meledaknya Sumur Minyak Aceh Timur
Komisi VII DPR RI menyampaikan rasa prihatin dan duka cita yang mendalam terhadap insiden meledaknya sumur minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Pasalnya, akibat terjadinya insiden pada akhir April 2018 itu, telah merenggut 23 nyawa, dan 35 orang menjalani perawatan intensif. Perlu diselidiki penyebab dari insiden itu, agar ke depannya ada langkah antisipasi, sehingga tidak terjadi lagi.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu saat memimpin Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI menggelar pertemuan dengan Dirjen Migas, Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen Minerba, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, PT Pertamina, PT PLN, PT Inalum, BPH Migas, PT PGN, Kementerian Ristek dan Dikti RI, di Medan, Sumatera Utara, baru-baru ini.
“Kami merasa miris dengan kejadian minyak tumpah di Balikpapan beberapa waktu yang lalu, karena ada korban jiwa lima orang. Ternyata ada lagi kejadian sumur minyak meledak di Aceh Timur, bahkan korban jiwa sampai 23 orang. Untuk itulah, kami merasa penting untuk mengetahui apa penyebabnya. Ini untuk kemudian mendorong agar ada jalan keluar, dan peristiwa seperti itu tidak terulang kembali di seluruh wilayah Indonesia,” kata Gus Irawan.
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan, dari penjelasan PT. Pertamina, diketahui sumur minyak ini berkategori ilegal. Namun, negara harus tetap hadir, dan harus mencari solusi supaya kejadian serupa tidak terulang. Menurutnya, jatuhnya korban sebanyak 23 korban merupakan pembelajaran, sehingga semua pihak perlu untuk berkontribusi, supaya hal itu tidak terjadi lagi.
Selain itu, dari paparan PT. Pertamina itu juga diketahui, banyak illegal drilling atau illegal mining terjadi pada sumur-sumur tua maupun daerah wilayah yang sudah tidak ekonomis bagi PT. Pertamina. Namun kemudian sumur tua dikelola oleh masyarakat.
“Dari apa yang disampaikan Pertamina, ini memang sudah terorganisir pelaku utamanya. Kami menduga, ini pasti ada back up dari aparat. Maka dari itu, mari kita ambil pelajaran yang seperti, ini jangan ada oknum yang melindungi. Saya kira law enforcement perlu untuk ditegakkan, supaya peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” imbuh Gus Irawan.
Ia mengatakan, kegiatan illegal drilling tidak hanya terjadi di Aceh, melainkan juga di beberapa lokasi antara lain di Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lebih lanjut ia mengatakan, Pertamina harus secara intensif berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, dan pemda setempat untuk membahas investigasi dan kelanjutan penanggulangan insiden.
“Kami mengapresiasi seluruh pihak dalam penanganan insiden kebakaran ini. Diharapkan kita semua dapat mengambil pelajaran terkait bahaya dan risiko kegiatan illegal drilling. Kami mengimbau agar masyarakat tidak mendekat dan tidak melakukan aktivitas berbahaya seperti menyalakan api di dalam radius zona aman, yaitu sekitar 110 meter,” pesan politisi dapil Sumut itu.
Diketahui, Pertamina juga telah membentuk Pusat Komando dan Pengendalian di kantor pusat serta menurunkan Tim Penanggulangan Keadaan Darurat (TPKD) untuk dapat membantu proses penanganan dan memonitor perkembangan insiden kebakaran tersebut. Pertamina juga sudah turun ke lokasi dan telah membuat tanggul serta kolam di lokasi untuk menampung cairan.
Insiden terbakarnya sumur minyak ilegal yang terjadi di Desa Pasir Putih, Rantau Peureulak, Aceh Timur, pada Rabu (25/4/2018) lalu telah diatasi. PT Pertamina mengatakan tragedi kebakaran itu terjadi akibat kegiatan penambangan liar (illegal drilling) pada sumur di halaman rumah warga yang berada di sekitar wilayah operasi KSO (Kerja Sama Operasi) PT Aceh Timur Kawai Energy. Illegal drilling itu tidak memperhatikan prosedur keselamatan pemboran migas yang baik dan benar. (ran/sf)